DOSEN MENGABDI

PPM IDENTIFIKASI PENGARUH HORMONAL PRIA DAN WANITA OBESITAS DI RW KALIBOKOR II SURABAYA

Rahayu Anggraini, Handayani, Lono Wijayanti, Riska Rohmawati, Evi Fibriani, Maria Everylina, Ayu Slatim Maifanda, Nabila Ina Zahra
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Obesitas merupakan timbunan lemak yang berlebihan. Banyak gangguan metabolisme obesitas diyakini disebabkan oleh lemak sentral dan perut. Biosintesis dan metabolisme testosteron dan kortisol diubah oleh tingginya tingkat jaringan adiposa dan keadaan peradangan tingkat rendah yang konstan. (O’Leary & Hackney, 2014) Obesitas juga dikaitkan dengan gangguan fungsi jaringan adiposa (AT) yang ditandai dengan hipertrofi adiposit, gangguan lipolisis dan fenotipe pro-inflamasi, yang berkontribusi terhadap resistensi insulin (IR). (Verboven et al., 2018)

Hasil Pengabdian pada Masyarakat (PPM) menunjukkan bahwa responden obesitas berusia     21-30 tahun 30,4% (7/23) tertinggi. Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa kelompok perempuan mendominasi sebanyak 69,6% dan laki-laki sebanyak 30,4%. Hasil penyuluhan didapatkan terjadi peningkatan wawasan mengenai kejadian yang diakibatkan bila tubuh mengalami obesitas sebesar 34%. Semula mereka hanya menyadari bahwa gemuk hanya menjadi olok-olok saja, sehingga membuat mereka stress. Mereka tidak menyadari bahwa stress dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Glukosa yang tinggi dalam darah menyebabkan kegagalan hormon insulin mengubah glukosa menjadi glikogen, sehingga hormon insulin tidak adekuat menurunkan glukosa.(Pangestu et al., 2016)

Hasil Pemeriksaan kadar Cortisol, Testosteron, dan Insulin didapatkan pada kadar Cortisol terjadi peningkatan baik pada perempuan sebesar 60% dan Laki-laki sebesar 100%. Kenyataan ini sesuai dengan pernyataan dari Hewagalamulage yang menyatakan bahwa pasien dengan obesitas abdominal mengalami peningkatan kadar kortisol, dikarenakan adanya hubungan timbal balik yang kuat antara aktivasi sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal dan homeostasis energi. (Hewagalamulage et al., 2016) Demikian pula menurut  Jackson, 2018 bahwa persepsi diskriminasi berat badan merupakan mediator penting dari hubungan antara obesitas dan kortisol. Intervensi memerangi stigma berat badan dan diskriminasi atau mempromosikan strategi untuk mengatasi stres dapat membantu mengurangi beban psikologis dan fisiologis obesitas (Jackson & Steptoe, 2018).

Hasil kadar testosterone pada perempuan dan laki-laki ada yang menurun dari nilai  normal, hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Ibrahim, 2015 bahwa pada pria obesitas terdapat lebih banyak sel lemak melepaskan enzim aromatase yang mengkatalisis testosteron menjadi estradiol. Bertambahnya berat badan akan mendorong penurunan hormon testosteron. (Ibrahim et al., 2015)

Hasil pemeriksaan kadar insulin pada perempuan obesitas meningkat sebanyak 86,4%, sedangkan pada laki-laki sebanyak 100%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Lin. 2021. Dalam penelitian Lin ini, obesitas terkait erat dengan peningkatan risiko MVD (penyakit mikrovaskuler retina) yang lebih tinggi, terlepas dari IR (Insulin Resisten), terutama pada orang tua dan wanita paruh baya dengan obesitas abdominal. Obesitas mungkin mirip dengan diabetes mellitus, dengan komplikasi kronis yang tidak hanya menyebabkan penyakit kardiovaskular, tetapi juga MVD. (Lin et al., 2021) Peningkatan kadar insulin pada obesitas menurut Hong dan Choi tahun 2020, dikarenakan akumulasi lemak di jaringan otot memicu kaskade proinflamasi dan stres oksidatif, yang menyebabkan disfungsi mitokondria, gangguan sinyal insulin, dan atrofi otot. Bila terjadi penurunan massa otot, memperburuk resistensi insulin. Selain itu, crosstalk antara miokin dan adipokin menyebabkan umpan balik negatif, yang pada gilirannya memperburuk obesitas sarcopenic mengalami resistensi insulin. (Hong & Choi, 2020)

Fina Amru Millati, S.Kom

Staff Bidang 3 dan IT LPPM UNUSA

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *