DOSEN MENGABDI

Penerapan Basic Life Support Terhadap Penanganan Fraktur Untuk Early Recognition And Call For Help

Priyo Mukti Pribadi Winoto*, Arif Helmi Setiawan, Riska Rohmawati, Ainul Rofik
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Basic Life Support (BLS) atau lebih dikenal dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah penanganan awal pada pasien yang mengalami henti jantung, henti napas, atau obstruksi jalan napas. BLS meliputi beberapa keterampilan berupa mengenali kejadian henti jantung mendadak, aktivasi sistem tanggapan darurat, melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR)/resusitasi jantung paru (RJP) awal, dan cara menggunakan automated external defibrilator (AED). Tujuan utama dari BLS adalah suatu tindakan oksigenasi darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah-oksigenasi ke jaringan tubuh. Selain itu, merupakan usaha pemberian bantuan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan.

Fraktur (patah tulang) adalah ganguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim. Lalu bagaimana penanganan BLS pada kondisi fraktur? Pada saat tiba di tempat kejadian, kenali dan pelajari segala situasi dan potensi bahaya yang ada. Sebelum melakukan pertolongan, pastikan keadaan aman bagi si penolong. Kita amankan keadaan dengan memperhatikan segala yang berpotensi menimbulkan bahaya sebelum menolong korban, seperti lalu lintas kendaraan, jalur listrik, asap, cuaca ekstrim, atau emosi dari orang di sekitar lokasi kejadian. Lalu menggunakan alat perlindungan diri (APD) yang sesuai. Evaluasi petunjuk yang mungkin menjadi pertanda penyebab terjadinya kegawatan dan bagaimana korban mendapatkan cederanya, misalnya terjatuh dari tangga, tabrakan antar kendaraan, atau adanya tumpahan obat dari botolnya. Gali informasi melalui saksi mata apa yang terjadi dan menggunakan informasi tersebut untuk menilai apa yang terjadi. Penolong juga harus memikirkan kemungkinan korban telah dipindahkan dari tempat kejadian, baik oleh orang di sekitar lokasi atau oleh si korban sendiri. Evaluasi juga adanya gejala dan tanda yang mengindikasikan kedaruratan yang mengancam nyawa korban, seperti adanya sumbatan jalan nafas, perdarahan dan sebagainya.

Lakukan penilaian awal pada korban tidak sadarkan diri. Ada pedoman yang bisa digunakan secara bertahap untuk menilai tingkat kesadaran si korban yakni Alert/Awas: Kondisi dimana korban sadar, meskipun mungkin masih dalam keadaan bingung terhadap apa yang terjadi, Verbal/Suara: Kondisi dimana korban merespon terhadap rangsang suara yang diberikan, Pain/Nyeri: Kondisi dimana korban merespon terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong. Rangsang nyeri dapat diberikan melalui penekanan dengan keras di pangkal kuku atau penekanan dengan menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkan pada tulang sternum/tulang dada, dan Unresponsive/tidak respon: Kondisi dimana korban tidak merespon semua tahapan yang ada.

Apabila korban dalam keadaan tidak respon, segera evaluasi keadaan jalan napas korban. Pastikan bahwa korban dalam posisi telentang. Jika korban tertelungkup, penolong harus menelentangkannya dengan hati-hati dan jangan sampai membuat atau memperparah cidera korban. Pada korban yang tidak sadarkan diri dengan mulut yang menutup terdapat metode untuk membuka jalan napas, yaitu Head-tilt/chin-lift technique (Teknik tekan dahi/angkat dagu) dengan menekan dahi sambil menarik dagu hingga melewati posisi netral tetapi jangan sampai menyebabkan hiperekstensi leher dan Jaw-thrust maneuver (manuver dorongan rahang) yang dilakukan bila dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau tulang belakang pada korban. Lalu membuka mulut korban. Metode ini yang biasa dikenal dengan Triple Airway Manuever.

Jika korban tidak bernapas tetapi didapati nadi yang adekuat, maka pasien dapat dikatakan mengalami henti napas. Maka langkah awal yang harus dilakukan adalah mengaktifkan sistem tanggapan darurat, kemudian penolong dapat memberikan bantuan napas. Jika korban tidak bernapas, nadi tidak ada dan tidak ada respon, maka pasien dapat dikatakan mengalami henti jantung. Pada keadaan ini, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah mengaktifkan sistem tanggapan darurat dan menghubungi pusat layanan kesehatan darurat terdekat. Kemudian segera melakukan RJP yang benar.

LppmUnusa

Jika mengalami kendala dalam mengakses dokumen seperti (hak akses, password file, dsb) segera hubungi admin lppm

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *