Teknik Jigsaw: Rahasia Siswa Lebih Semangat Belajar Kosakata
Mujad Didien Afandi, S.S., M.Pd
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
Pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar masih sering dihadapkan pada tantangan klasik: metode yang kaku, siswa pasif, dan hasil belajar yang kurang menyenangkan. Di salah satu sekolah dasar di Kecamatan Sedati, Sidoarjo, situasi serupa juga terjadi. Siswa belajar kosakata bahasa Inggris dengan cara menghafal (rote memorization) dan mengulang-ulang latihan (drilling). Bagi sebagian anak, metode ini mungkin berhasil. Namun bagi banyak yang lain, cara belajar seperti itu menimbulkan kebosanan, rendahnya motivasi, dan minimnya keterlibatan dalam kelas.
Kondisi inilah yang mendorong tim dosen dan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) melaksanakan program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) dengan memperkenalkan teknik jigsaw ke dalam pembelajaran kosakata. Program ini bukan sekadar proyek singkat, melainkan sebuah upaya serius yang berkelanjutan untuk menciptakan suasana kelas yang lebih hidup, interaktif, dan berpusat pada siswa.
Dari Ceramah ke Kolaborasi
Teknik jigsaw merupakan metode pembelajaran kooperatif yang menekankan kolaborasi antar siswa. Konsepnya sederhana tetapi efektif: siswa dibagi ke dalam kelompok kecil (jigsaw group) sesuai jumlah subtopik pembelajaran. Setiap anggota kemudian bergabung ke kelompok ahli (expert group) untuk mendalami subtopik tertentu. Setelah memahami materi, mereka kembali ke kelompok asal (jigsaw group) dan mengajarkannya kepada teman-teman sekelompok. Dengan cara ini, setiap siswa memegang peran penting dan bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya.
Pergeseran peran guru pun terasa signifikan. Dalam pembelajaran tradisional, guru mendominasi kelas sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Namun dalam jigsaw, guru menjadi fasilitator yang membimbing, memantau, dan memberi dukungan. Perubahan ini sejalan dengan tren pendidikan modern yang menekankan Student-Centered Learning (SCL), di mana siswa menjadi aktor utama dalam proses belajar.
Siswa Lebih Termotivasi dan Terlibat
Hasil pelaksanaan PKM menunjukkan dampak positif yang nyata. Melalui observasi di kelas, siswa tampak antusias mengikuti pembelajaran. Mereka mendengarkan dengan penuh perhatian, aktif berkontribusi dalam diskusi, serta menunjukkan inisiatif untuk bertanya dan menjawab. Bahkan, ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka memperlihatkan kegembiraan saat belajar.
Tak hanya itu, siswa juga menunjukkan tanggung jawab yang tinggi. Mereka menyelesaikan tugas kelompok dengan sungguh-sungguh, tetap fokus meski harus berpindah dari kelompok ahli ke kelompok jigsaw untuk saling berbagi pengetahuan kosakata secara aktif. Interaksi antar anggota kelompok pun berlangsung efektif, sehingga suasana belajar menjadi dinamis dan menyenangkan.
Data dari kuesioner yang dibagikan kepada siswa mendukung temuan tersebut. Mayoritas siswa menyatakan sangat setuju bahwa belajar kosakata dengan teknik jigsaw membuat mereka lebih termotivasi. Mereka merasa senang diberi tanggung jawab untuk belajar dan berbagi kosakata kepada teman. Bekerja dalam kelompok membuat suasana belajar lebih menyenangkan dan mengurangi rasa tegang. Siswa juga melaporkan peningkatan kepercayaan diri ketika belajar bersama teman sebaya.
Faktor pendukung utama keberhasilan ini meliputi penggunaan metode kooperatif (kerjasama), interaksi dengan teman, rasa otonomi dalam belajar, serta peran guru yang lebih sebagai fasilitator. Semua aspek tersebut membentuk lingkungan belajar yang kondusif untuk tumbuhnya motivasi dan keterlibatan siswa.
Menghidupkan Kelas dengan Teknik Jigsaw
Keberhasilan program ini menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Inggris, khususnya kosakata, tidak harus terjebak dalam pola lama. Dengan strategi yang tepat, kelas dapat dihidupkan sehingga siswa merasa senang dan terlibat penuh. Teknik jigsaw terbukti mampu menghadirkan suasana belajar yang interaktif, kolaboratif, dan memberi ruang bagi setiap siswa untuk berkontribusi.
Lebih jauh lagi, pengalaman ini sejalan dengan teori pendidikan kontemporer, seperti Self-Determination Theory yang menekankan pentingnya otonomi, kompetensi, dan keterhubungan dalam membangun motivasi belajar. Saat siswa merasa berperan penting, mampu menyelesaikan tugas, dan terhubung dengan teman sebayanya, motivasi intrinsik mereka tumbuh dengan sendirinya.
Langkah Selanjutnya
Melihat hasil yang positif, tim PKM berencana untuk terus melanjutkan penerapan teknik jigsaw dalam pembelajaran kosakata. Ke depan, teknik ini akan diintegrasikan dengan media pembelajaran tambahan seperti flashcards agar proses belajar semakin efektif dan menarik.
Program ini menjadi bukti bahwa inovasi sederhana dalam strategi pembelajaran bisa membawa perubahan besar. Dengan menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran dan memberi ruang bagi kolaborasi, motivasi dan keterlibatan dapat tumbuh dengan alami.
Jika sekolah-sekolah lain berani mencoba pendekatan serupa, bukan tidak mungkin wajah pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar Indonesia akan semakin cerah. Anak-anak tidak lagi sekadar menghafal kosakata, tetapi benar-benar mengalaminya melalui interaksi, kerja sama, dan rasa tanggung jawab bersama.





